Bercermin diri
BERCERMIN DIRI
Penulis : KH.Abdullah GYmnastiar
Dalam
keseharian kehidupan kita, begitu sangat sering dan nikmatnya ketika kita
bercermin. Tidak pernah bosan barang sekalipun padahal wajah yang kita tatap
itu-itu juga, aneh bukan?! Bahkan hampir pada setiap kesempatan yang
memungkinkan kita selalu menyempatkan diri untuk bercermin.Mengapa demikian?
Sebabnya kurang lebih karena kita ingin selalu berpenampilan baik, bahkan
sempurna. Kita sangat tidak ingin berpenampilan mengecewakan,apalagi kusut dan
acak-acakan tak karuan.
Tapi harap
diketahui, bahwa selama ini kita baru sibuk bercermin 'topeng' belaka. Topeng
'make up', seragam, jas, dasi, sorban, atau 'asesoris' lainnya. Sungguh, kita
baru sibuk dengan topeng, namun tanpa disadari kita sudah ditipu dan diperbudak
oleh topeng buatan sendiri. Kita sangat ingin orang lain menganggap diri ini
lebih dari kenyataan yang sebenarnya. Ingin tampak lebih pandai, lebih gagah,
lebih cantik, lebih kaya, lebih sholeh, lebih suci dan aneka kelebihan lainnya.
Yang pada akhirnya selain harus bersusah payah agar topeng' ini tetap melekat,
kita pun akan dilanda tegang dan was-was takut'topeng' kita terbuka, yang
berakibat orang tahu siapa kita yang 'aslinya
Oleh karena itu
marilah kita jadikan saat bercermin tidak hanya 'topeng' yang kita amat-amati,
tapi yang terpenting adalah bagaimana isinya, yaitu diri kita sendiri.
Mulailah amati wajah kita seraya bertanya, "Apakah
wajah ini yang kelak akan bercahaya bersinar indah di surga sana ataukah wajah
ini yang akan hangus legam terbakar dalam bara jahannam?" Lalu tatap mata
kita, seraya bertanya, "Apakah mata ini yang kelak dapat menatap penuh
kelezatan dan kerinduan, menatap Allah Yang Maha Agung, menatap keindahan
surga, menatap Rasulullah, menatap para Nabi, menatap kekasih-kekasih Allah
kelak? Ataukah mata ini yang akan terbeliak,
melotot, menganga, terburai, meleleh ditusuk baja
membara? Akankah mata yang terlibat maksiat ini akan menyelamatkan? Wahai mata
apa gerangan yang kau tatap selama ini?"
Lalu tataplah mulut ini, "Apakah mulut ini yang di
akhir hayat nanti dapat menyebut kalimat thoyibah, 'laa ilaaha ilallaah',
ataukah akan menjadi mulut berbusa yang akan menjulur dan di akhirat akan
memakan buah zakun yang getir menghanguskan dan menghancurkan setiap usus serta
menjadi peminum lahar dan nanah saking terlalu banyaknya dusta, ghibah, dan
fitnah serta orang yang terluka dengan mulut kita ini!"
"Wahai mulut apa gerangan yang kau ucapkan? Wahai
mulut yang malang betapa banyak dusta yang engkau ucapkan. Betapa banyak
hati-hati yang remuk dengan pisau kata-katamu yang mengiris tajam? Berapa
banyak kata-kata manis semanis madu palsu yang engkau ucapkan untuk menipu
orang? Betapa jarangnya engkau jujur? Betapa jarangnya engkau menyebut nama
Allah dengan tulus?
Betapa jarangnya engkau syahdu memohon agar Allah
mengampuni?" Lalu tataplah diri kita tanyalah, "Hai kamu ini anak
sholeh atau anak durhaka, apa saja yang telah kamu peras dari orang tuamu
selama ini dan apa yang telah engkau berikan? Selain menyakiti, membebani, dan
menyusahkannya. Tidak tahukah engkau betapa sesungguhnya engkau adalah makhluk
tiada tahu balas budi!
Apakah engkau ini sholeh atau sholehah seperti yang
engkau tampakkan?
Khusyu-kah shalatmu, dzikirmu, doamu, ikhlaskah engkau
lakukan semua itu?
Wahai sahabat-sahabat sekalian, sesungguhnya saat
bercermin adalah saat yang tepat agar
kita dapat mengenal dan menangisi diri ini.
0 komentar:
Posting Komentar