Cinta Allah
Assalamu'alaikum
wr. wb.
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Alhamdulillaahirabbil'aalamiin.
Allaahumma shalli
'alaa Muhammad wa 'alaa alihii Muhammad.
"Jika Allah
menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Dia menyegerakan hukuman di dunia.
Jika Allah menghendaki keburukan bagi hamba-Nya, maka Dia menahan hukuman kesalahannya sampai
disempurnakan-Nya pada hari Kiamat." (HR. Imam Ahmad, At-Turmidzi,
Al-Hakim, Ath-Thabrani, dan Al-Baihaqi).
Hadits di atas
bersumber dari Abdullah bin Mughaffal. Menurut Al-Haitsami, periwayatan hadits
ini shahih.
Diriwayatkan
bahwa salah seorang lelaki telah bertemu dengan seorang wanita yang disangkanya
pelacur. Lelaki itu menggoda sampai-sampai tangannya menyentuh tubuhnya. Atas
perlakuan itu, sang wanita berkata, "Cukup!" Lantaran terkejut,
lelaki ini menoleh ke belakang, namun terbentur tembok dan terluka.
Lelaki usil itu
pergi menemui Rasulullah dan menceritakan pengalamannya.
Komentar
Rasulullah? "Engkau seorang yang masih dikehendaki Allah menjadi
baik."
Selanjutnya
beliau bersabda, sebagaimana dalam hadits di atas.
Dalam riwayat
At-Turmudzi, hadits itu disempurnakan dengan lafadz sbb,
"Dan
sesungguhnya Allah, jika Dia mencintai suatu kaum, Dia menguji mereka. Jika
mereka ridha, maka Allah ridha kepadanya. Jika mereka benci, Allah
membencinya."
Kecintaan Allah
pada hamba-Nya di dunia tidak selalu diwujudkan dalam bentuk pemberian materi
atau kenikmatan lainnya. Kecintaan itu justru sering berbentuk --oleh sebagian
orang disebut-- adzab. Sebenarnya bukan adzab, tapi yang tepat adalah ujian.
Berat ringannya ujian itu tergantung kepada kuat tidaknya iman seseorang.
Orang yang paling
disayangi dan dikasihi Allah adalah para Nabi dan Rasul. Justru mereka adalah
orang yang paling berat menerima ujian semasa hidupnya di dunia. Ujia mereka
sangat berat melebihi ujian yang diberikan kepada siapapun juga. Demikian
secara berurutan, para syuhada dan kemudian shalihin. Yang jelas bahwa setelah
orang menyatakan, "Kami beriman", Allah langsung menyiapkan ujian
baginya. Allah berfirman :
"Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan (saja) mengatakan 'Kami telah
beriman,' lantas tidak diuji lagi? Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya
Allah mengetahui orang-orang yang benar
dan mengetahui orang-orang yang dusta." (Q.S, Al-Ankabut : 2-3)
Selain ujian demi
ujian diberikan kepada orang yang beriman, maka teguran demi teguran juga
diberikan kepadanya. Teguran itu kadang halus,tetapi sering-sering kasar. Bagi
yang kepekaan imannya tinggi, teguran halus saja sudah cukup untuk
menyadarkannya. Akan tetapi bagi mereka yang telah hilang kepekaannya, teguran
yang keras sekalipun tak bisa menyadarkannya.
Apa yang dialami
oleh lelaki yang datang kepada Rasulullah sebagaimana hadits di atas merupakan
teguran Allah secara langsung agar ia sadar atas kekeliruannya, dan tidak
mengulangi kesalahannya. Lelaki itu sangat bersyukur atas kecelakaan yang
menimpa dirinya. Wajah yang benjol dan darah yang mengalir di wajahnya tidak
seberapa dibandingkan dengan nilai kesadaran yang baru dirasakannya.
Kecelakaan itu
semakin tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan siksa yang bakal
diterimanya di akhirat kelak. Bukankah setiap dosa akan ditimbang dan dibalas
sesuai dengan bobotnya? Dengan kecelakaan itu ia bertobat. Dengan bertobat
terhapuslah dosanya. Tentang hal ini
Rasulullah
bersabda, "Tiada suatupun yang menimpa seorang mukmin, baik berupa
kepayahan, sakit, sedih, susah, atau perasaan murung, bahkan duri yang mengenai
dirinya, kecuali Allah akan melebur kesalahan-kesalahannya lantaran
kesusahan-kesusahan tersebut."(HR. Bukhari dan Muslim).
Karena itu jika
mengalami suatu musibah, jangan cepat-cepat mengeluh. Cari dulu sebab
musababnya. Jangan-jangan musibah itu merupakan teguran dari Allah SWT atas
berbagai kesalahan yang telah kita lakukan. Mungkin saja musibah itu nampak
tidak ada kaitannya sama sekali, tapi cobalah untuk mengurut-urut beberapa
langkah yang pernah kita lakukan sebelumnya.
Kasih sayang
Allah tidak selalu berwujud kesenangan, melimpahnya harta, tercapainya segala
keinginan, dan jauh dari berbagai musibah. Justru bisa jadi sebaliknya. Orang
yang mendapatkan berbagai kesenangan itulah yang tidak dicintai-Nya. Orang
tersebut dibiarkan tenggelam dalam kesenangan dunia sampai tiba ajalnya. Pada
saat itu semua kesenangan dicabut dan diganti dengan berbagai siksa yang
mengerikan, baik ketika di dalam kubur, di padang mahsyar, maupun di neraka.
Naudzubillaahi min dzaalik.
Wabillaahi taufik
wal hidayah.
Wassalamu'alaikum
wr. wb.--
0 komentar:
Posting Komentar